by Dii Ann Choco on Monday, April 27, 2009 at 4:09pm
Saat aku membereskan sisa-sisa makan siangku bersama Nona dan membawa turun piring-piring kotor, disaat itulah aku baru menyadari jika Amy ada di anak tangga bersama beberapa teman kosku. Aku terkejut. Tapi saat aku lihat Amy sedang asyik bergurau dengan mereka hatiku lega berarti Amy tidak marah padaku.
Setelah aku membereskan piring-piring kotor, aku ajak Amy bicara dan memberitahunya tantang kedatangan Nona. Amy justru mengajakku ke lantai 2 dan minta dikenalkan pada Nona. Aku katakana pada Nona bahwa Amy sudah tahu banyak tentang dia dan hal itu segera disahutin dengan pertanyaan ramah dari Amy tentang kabar Nona. Aku lihat mereka berdua pun sibuk dengan perbincangan layaknya orang yang memang baru saling kenal.
Sedangkan aku tak banyak bicara. Entah karena aku tidak dapat mengikuti arah pembicaraan mereka atau karena perasaanku yang kacau melihat mereka berdua. Aku tak pernah menyangka mempunyai pengalaman seperti ini, mantan yang kucintai setengah mati bersama dengan pacarku saat itu. Tapi yang jelas Nona belum tahu siapa Amy walaupun tentu saja Amy sudah tahu tentang Nona.
Tak lama Amy pamitan untuk pergi tanpa meninggalkan pesan untukku. Hampir sore saat aku mengajak Nona keluar berkeliling kota, tak banyak sih hanya beberapa tempat saja. Ketika matahari berada di ufuk barat aku mengajaknya ke rumah sahabat dekatku teman kuliah yang memang asli orang sana, namanya Suman.
Selama aku kuliah aku mempunyai beberapa teman akrab dari kampusku yang berasal dari berbagai daerah. Memang aku lebih tertarik pada keragaman mereka, jadi aku bisa mempunyai bayangan tentang perbedaan-perbadaan yang ada. Salah satu teman yang paling akrab denganku sebut saja bernama Suman, dia asli berasal dari daerah kotaku kuliah, bahkan katanya rektor kampusku adalah pamannya atau saudara jauh Mamanya, tapi entahlah dia tak pernah bisa membuktikan padaku.
Di satu sisi Suman memang besar mulut, tapi dia adalah sahabat yang baik. Dia adalah pendengar yang baik, menelaah curhat-curhat teman-teman yang lain, dan bisa memberikan advice yang kelihatannya cukup bijak. Dia juga bisa memberi support, memberikan dorongan bagi teman-teman yang sedang mengalami kesedihan. Pokoknya temenku yang satu ini top habis deh.
Hanya saja kekurangannya adalah tentang cewek. Dengan gayanya yang lincah dia mudah untuk mendekati cewek-cewek kampus. Memang mukanya bukanlah type muka idola cewek-cewek, alias tidak cakep, malah mendekati (maaf) presenter terkenal Tukul, tapi kelincahannya terbukti dia dapat mendekati beberapa cewek di kampus. Aku sebagai temannya hanya bisa tertawa saja saat dia cerita tentang ‘kejahatan-kejahatan kelamin’ (begitu dia menyebutnya) yang dia lakukan terhadap korban-korbannya.
Tapi Suman memang teman terdekatku. Aku menceritakan apapun tentang diriku padanya, termasuk juga tentang Nona. Bahkan tak jarang aku tak keberatan saat dia minta ijin untuk membaca surat-surat Nona yang dikirimkan untukku. Aku sudah percaya 100% padanya. Hal-hal negative yang dia lakukan hanya aku sikapi sebagai urusannya pribadinya, sebagai teman aku belum tentu berhak untuk mencampuri urusannya.
Perkenalan Nona dan Suman berlangsung hangat. Kami bertiga bisa nyambung dalam bercengkrama,, maklum karena Suman memang serasa sudah mengenal Nona banget, hanya saja baru bertemu wujud fisiknya sekarang.
Cukup lama aku dan Nona berada di tempat Suman sampai akhirnya aku mengajak Nona melanjutkan keliling-keliling. Mendekati tengah malam aku baru sempat makan dengan Nona di Alun-alun Kota. Suasana yang bukan malam minggu tidak begitu ramai, membuatku bisa menikmati kebersamaanku bersama Nona. Dini hari dia malah mengajakku berjalan kaki melewati jembatan putar yang disebut semanggi, padahal jika di bandingkan daun semanggi, jalan ini hanyalah 1 kelopak saja, tidak seperti jembatan Semangi di Jakarta yang 4 putaran seperti 4 kelopak daun Semanggi.
Aku dan dia menikmati bintang-bintang di langit yang cerah di atas puncak jembatan, seperti biasanya aku dan dia memandang bintang-bintang berharap ada salah satu yang jatuh agar kami bisa make a wish. Hampir jam 3 aku mengajaknya kembali. Saat itu aku bingung dia akan istirahat dimana, tapi karena kosku sudah sepi terlelap semuanya aku suruh saja dia istirahat di kamarku, sedangkan aku pindah ke kamar teman kosku yang lain.
“Kamu dah jadian dengan Amy ya?” Tanya Nona saat kami sarapan keesokan paginya.
Aku bagai disambar petir. Aku lupa harus membahas itu.
“Iya,” jawabku pelan.
“Dia anak baik, aku suka dengannya. Dan mungkin aku akan kelewatan jika untuk kedua kalinya aku merebutmu dari wanita lain, toh terbukti aku hanya menyakitimu.”
Entah lega atau sedih saat aku mendengarnya berkata seperti itu. Lega karena dia mengerti, sedih karena dia tak bersamaku lagi.
“Maafkan aku,” sahutku dengan nada hati-hati.
“Buat apa? Kamu ga salah, itu hak kamu. Aku yang dengan naifnya meninggalkanmu, menolakmu untuk kembali, dan menghancurkanmu. Jadi aku memang sudah pantas menerima kenyataan bahwa aku sudah tak memilikimu lagi,” jawabnya setelah menggambil segelas air putih.
“Aku hanya tak menyangka aku akan mencintaimu sedemikian dalamnya, sampai aku yang tak pernah mau melakukan sesuatu untuk lelaki datang jauh-jauh menempuh perjalanan 12 jam kesini hanya untuk memintamu kembali,” lanjutnya. “Yah memang nasibku tak bisa bersamamu lagi.”
Nona menghela nafas panjang.
Aku terpekur memainkan rokok yang baru kunyalakan.
“Aku hancur Non,” kataku pelan.
Nona memandangku terkejut dengan kata-kataku, menunggu lanjutan perkataanku.
“Untuk pertama kali aku benar-benar hancur oleh wanita,” lanjutku. “Tapi itu bukan apa-apa, Non! Itu bukan apa-apa bagiku daripada menyadari kenyataan bahwa saat itu aku tak bisa memilikimu lagi.”
Aku menghela nafas panjang melihat Nona menundukkan kepalanya.
“Dan aku memang mencintaimu, sangat mencintaimu sampai aku pun akan melepas Amy untukmu.”
Nona langsung menatapku tajam.
“Hanya saja kali ini tolong beri aku waktu agar clear,” lanjutku sambil menggenggam jari tangannya di atas keja. ”Seperti katamu, sudah cukup aku meninggalkan Gia demimu, jangan Amy. Walaupun memang semuanya demi kamu, tapi setidaknya aku memutuskan Amy dulu sebelum kembali padamu.”
Kulihat mata Nona menggenang.
“But..,”
“Please be patient,” potongku cepat.
Nona mengangguk dan menghambur memelukku, dan aku menerimanya, merindukannya, sangat.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar